Banyaknya kasus perceraian yang terjadi dikalangan artis, terutama
belakangan ini justru artis-artis yang telah menikah belasan bahkan
puluhan tahun akhirnya memilih untuk bercerai. dan sedihnya, mereka yang
dulu mencintai satu sama lain justru saling mengumbar keburukan
pasangan masing-masing di media. yang membuat saya heran, kenapa diusia
pernikahan yang bisa dibilang tidak sebentar tersebut mereka memutuskan
bercerai? apalagi yang mereka cari?
Berawal
dari fenomena diatas, saya ingin membagi kisah orangtua saya, semoga
bisa bermanfaat dan diambil hikmahnya. sebelumnya, mohon maaf jika ada
yang tidak sependapat dengan saya. ini murni hanya ingin membagi
pengalaman pribadi saya dengan orangtua.
Bapak
dan ibu saya di awal pernikahan mereka memutuskan merantau, dari desa
kecil di jawa timur menuju pulau kalimantan. tujuannya tentu saja
mencari penghidupan yang lebih baik ditanah rantau. bersama-sama
membangun istana untuk keluarga kecil mereka dari nol dan akhirnya bisa
menjadi keluarga yaaah bisa dibilang berada lah untuk saat itu secara
materi. sudah mempunyai rumah sendiri dengan perabotan-perabotan yang
bisa dibilang mewah, mobil dan seorang anak yang sangat disayangi (yaitu
saya).
Bapak
seorang polisi dan ibu saya seorang ibu rumah tangga. hingga akhirnya
bapak dipindah tugaskan ke luar kota, ya kurang lebih perjalanannya
memakan waktu tiga jam. akhirnya bapak menetap di sana tanpa saya dan
ibu yang masih tetap dirumah. yaah bisa dibilang Long Distance Married,
sebulan sekali bapak pulang.
Kehidupan
harmonis kedua orangtua saya makin lama memudar. hingga akhirnya, saya
sering melihat kedua orangtua saya bertengkar. usut punya usut, tidak
kuat tinggal jauh dari istri, bapak memilih menikah lagi dengan
perempuan lain di kota tempatnya bertugas tanpa ijin ibu saya.
pelan-pelan harta yang telah dikumpulkan selama ini pun habis. habis
untuk diberikan kepada istri muda bapak. yaah bisa dibilang keluarga
kami mengalami kebangkrutan. rumah kami pun mengalami musibah kebakaran.
kami pindah rumah, menyewa rumah dan tanah untuk dijadikan usaha
berjualan kayu dan membuka warung kecil.
Bapak
masih jarang pulang karena memang pekerjaan beliau. sebulan sekali
bapak sempatkan pulang tetapi begitunya pulang justru bertengkar dengan
ibu. saya yang masih kecil saat itu sudah terbiasa melihat pertengkaran
mereka. hingga pada suatu haru, ibu saya mengusir bapak saya dari rumah
karena merasa di khianati. hasil kerja keras bersama selama ini justru
dihabiskan dengan istri muda bapak. saya tahu sekali ibu saya sedih
sekaligus kecewa dikhianati orang tercintanya.
selepas
kejadian tersebut, bapak tetap pulang sebulan sekali untuk menengok
saya dan memenuhi kewajibannya sebagai suami dan ayah. bapak tetap
memberi nafkah meskipun ibu saya memulai usahanya sendiri. hingga
akhirnya tahun berganti tahun, hubungan bapak dan ibu saya membaik.
membaik disini dalam artian, mereka tidak bertengkar lagi tetapi tidak
sebahagia ataupun seharmonis dulu. terkesan hanya melakukan tanggung
jawab mereka sebagai orangtua. bapak saya tetap menafkahi tanpa diminta
oleh ibu dan ibu saya tetap melayani keperluan bapak setiap bapak
dirumah. tapi rasanya dingin dan formalitas semata.
Bapak
saya semakin sering pulang, yang dulunya sebulan sekali menjadi
seminggu sekali dan karena bapak belakangan sakit, bapak memutuskan
untuk pensiun dini dan menghabiskan waktu lebih banyak di rumah kami
(saya dan ibu) dibandingkan rumah istri mudanya. bapak saya mengajari
ibu saya untuk memutar uangnya dengan cara berinvestasi seperti tanah dan mobil. mereka lebih pantas
disebut patner kerja. ibu saya menginvestasikan uang dari usahanya
sesuai dengan saran bapak. saya merasa itulah cara bapak menebus
kesalahannya kepada ibu.
Bisa
dibilang saya tidak pernah kekurangan kasih sayang dari ibu ataupun
bapak saya. meskipun di waktu kecil saya sering melihat kedua orangtua
saya bertengkar, tapi mereka tetap bisa menjadi patner yang baik satu
sama lain meskipun tidak penuh cinta seperti dulu. bapak pun pelan-pelan
mengenalkan saya dengan anaknya yang lain. mengajarkan saya untuk
menerima meskipun kami berbeda ibu. meskipun saya tahu, ibu belum
menerima kehadiran perempuan lain dalam kehidupan bapak tetapi bapak
mencoba mengajarkan itu pada anak-anaknya. yah minimal anak-anaknya akur
satu sama lain.
Saya
bersyukur kepada bapak dan ibu karena mereka tidak memutuskan untuk
bercerai. berterimakasih kepada bapak karena memberikan cinta yang sama
kepada semua anak dan istrinya. berterimakasih kepada ibu karena
melupakan rasa sakitnya dikhianati bapak demi melihat anak-anaknya
tumbuh tanpa kehilangan figur seorang bapak. ibu saya seorang yang kuat
dan mandiri, bisa dibilang jika mengikuti egonya, ibu tentu saja memilih
bercerai, toh dia sanggup menghidupi anak-anaknya tapi beliau ingat
akan anak-anaknya. memikirkan dampaknya bagi anak-anaknya jika dia
memutuskan untuk bercerai.
Hingga
akhirnya bapak terkena stroke dan masuk rumah sakit. kedua istri bapak
berkumpul menemani beliau yang dalam keadaan koma. kami anak-anaknya
berkumpul saling mensupport satu sama lain. dan ternyata sudah waktunya
bapak harus pergi. pergi selamanya dengan tenang. dengan senyuman manis
diakhir hayatnya karena melihat semua istrinya berkumpul dan rukun. dan
saat itulah saya tahu, ibu merasa kehilangan yang sangat mendalam. saya
tahu, cinta ibu saya kepada bapak tidaklah hilang. dia hanya
menyimpannya, tidak menunjukkannya karena rasa sakitnya. karena cinta.
yaa tentu saja karena cinta ibu bertahan. karena cinta pada bapak.
karena cinta pada anak-anaknya.
semoga
keluarga lain yang sedang memikirkan untuk bercerai ataupun yang sedang
membangun keluarga mereka untuk selalu mengingat tujuan awal mereka
menikah. alasan kenapa mereka memilih saling mencintai satu sama lain
dan tentunya, ingatlah buah hati yang sebenarnya bisa menjadi alasan
mereka untuk tetap bersama dan memaafkan satu sama lain. karena manusia
tak pernah sempurna :)
*repost tulisan saya di blog sekolah pernikahan setahun silam (11 sept 2013).
semoga tidak banyak yang berkomentar "nangis" seperti tahun lalu hehehe.