Thursday 10 October 2013

ketika wanita lebih tinggi dibanding pria

pernah dapat cerita dari temen, ada seorang istri yang bekerja dan gajinya berkali-kali lipat lebih tinggi dari sang suami. nggak cuma itu, sang istri juga lebih sibuk dibanding suami. jadi bisa dibayangkan urusan rumah tangga terbengkalai dan sang suami yang mengerjakan. bukan cuma itu, ketika sang suami meminta sang istri untuk mengerjakan tugasnya sebagai istri, sang istri yang telah lelah seharian bekerja justru marah-marah kepada sang suami. hingga suatu hari, sang suami memberikan gajinya kepada sang istri (yang jika dibandingkan dengan sang istri hanya sepersekian dari gaji istrinya), "mah, ini papa ada sedikit uang untuk keperluan sehari-hari". saat itulah sang istri baru sadar, meskipun sang suami bergaji lebih rendah darinya, tetap saja sang suami bertanggung jawab untuk menafkahi kehidupan keluarganya. sang istri pun merasa bersalah karena fokus mengejar karir hingga melupakan tugasnya sebagai istri dan memandang sebelah mata sang suami. akhirnya sang istri mengambil keputusan untuk berhenti bekerja dan menjadi seorang ibu rumah tangga.

pernah nggak kebayang kalau suami kita nanti pendidikan atau pekerjaannya lebih rendah dibanding kita? saya pernah. akhirnya saya mencoba berimajinasi ketika posisi saya lebih tinggi dibandingkan suami. imajinasi saya disitu, saya berusaha menerima keadaan suami saya dan memang saya tidak mempermasalahkan itu. saya juga berusaha untuk tidak melupakan tugas saya sebagai seorang istri dan ibu.
----itu bayangan ideal saya----

kemudian saya mencoba mengaitkan dengan faktor eksternal lainnya, misal keluarga besar, tetangga dan kolega lainnya. pernah nggak sih kalian terganggu dengan omongan orang lain? saya sering. awalnya sih memang dicuekin tapi kalau lama-lama kan bisa eneg juga dan mengganggu pikiran kita. misal:
"si Nina koq mau sih sama si Narno,.. padahal kan si Nina itu gajinya lebih besar dibanding si Narno.. bla bla bla"
"udahlah kamu cerain aja tuh suami kamu, cari yang lebih baik lagi. masak gajinya masih gedean kamu." --> biasanya ini ada di sinetron-sinetron tuh hehehehe, yang ngomong dari pihak keluarga

belum lagi kalau pas lagi ada masalah di internal antara suami dan istri. kalau pas bertengkar biasanya tanpa sadar bawa-bawa hal-hal yang begituan loh. pernah kebayang nggak? kayak gini nih.
suami nuntut waktu istri lebih banyak dirumah daripada dikerjaannya. trus sang istri tanpa sadar bilang "aku kerja juga buat keluarga kita, kamu kira gaji kamu yang segitu cukup apa buat kita? mikir dong. harusnya kamu ngerti."

saya pernah nanya sama teman cowok terkait hal ini, misal istrinya nanti pendidikannya lebih tinggi. dia berkomentar "yaa bangga donk, punya istri pintar." saya cuma bisa bilang "hmm iya mungkin kamu sekarang bisa bilang gitu. belum tentu nanti gitu.". yaa memang banyak yang tidak memikirkan ketika suatu saat dihadapkan pada masalah status tersebut. makanya banyak statement di masyarakat "cewek itu jangan sekolah ketinggian, nanti cowoknya takut loh ngedeketin."
saya setuju dengan statement itu, tetapi bukan berarti wanita itu nggak boleh sekolah tinggi-tinggi. boleh koq, malah disarankan banget. saya berpikirnya lebih ke pihak pria yang mungkin minder ketika ingin meminang wanita karena dari pendidikannya saja lebih tinggi (yang biasanya di identikkan dengan pekerjaannya juga lebih tinggi). makanya sang wanita biasanya disarankan menikah dulu kemudian melanjutkan studinya dan kalau pun bekerja yaa waktu dan gajinya jangan melebihi suami. takutnya suami sebagai kepala rumah tangga harga dirinya terganggu dengan posisi istri yang lebih tinggi. mungkin suami menerima saja keadaan istrinya yang lebih tinggi, tetapi ingat lagi dengan faktor-faktor eksternal tadi yang mungkin menggoyang bahtera rumah tangga. belum lagi jika di internal ada permasalahan serius seperti tadi,, hal-hal yang awalnya dianggap sepele bisa jadi menyulut pertengkaran besar.

jadi saya kadang bertanya pada diri saya sendiri, gimana yaa kalau suami saya pendidikan dan pekerjaannya lebih rendah dari saya? gimana ya perasaan suami saya? gimana kalau ternyata justru suami yang mempermasalahkan itu? gimana kalau keluarga atau tetangga ngomongin hal itu? gimana yaa kalau ternyata saya malah keasikan kerja dibanding ngurus keluarga?

ya setidaknya ketika ada gap antara saya dan suami saya nanti, itu tidak terlalu jauh sehingga bisa bersinergi.
yaa bagi pria yang saat ini posisinya seperti itu jangan rendah diri atau patah semangat ketika ingin meminang atau justru sudah beristri seperti itu. harusnya lebih semangat lagi bekerjanya dan harus PD menyakinkan bahwa dirinya pekerja keras, bertanggung jawab dan memiliki masa depan yang cerah. sekarang mungkin belum jadi apa-apa, tapi di masa depan pasti bisa lebih baik. begitu.

makanya dianjurkan untuk sekufu. sekufu disini yaa tidak saklek pendidikan setara seperti itu atau orang kaya nikah sama orang kaya. tidak. yaa dilihat bisa mengimbangi apa tidak. kalau misal suaminya dokter terkenal trus istrinya nggak sekolah? kan bisa nggak nyambung. ketika diajak ke family gathering bersama rekan sejawat sang suami mungkin sang istri tidak akan nyambung dengan obrolan disekelilingnya, karena gap nya terlalu jauh.

ingin memposting hanya sebagai renungan dan bertanya ke diri sendiri apakah perbedaan ini menjadi masalah atau tidak. jika memang bermasalah yaa sedari awal memutuskan untuk mencari yang selevel pendidikan dan pekerjaannya dan juga hal lainnya. kalau tidak jadi masalah yaa kenapa harus dipermasalahkan, lanjutkan. :)

*terinspirasi dari sinetron mak ijah pengen naik haji: kisah abbas dan nisa yang keduanya tidak mempersalahkan perbedaan kasta mereka tetapi justru orangtua nisa yang mempermasalahkan hal tersebut, dan juga cerita dari seorang teman.

1 comment: