Friday 26 October 2012

malam ini...

malam ini...
suara takbir menggema dimana-mana termasuk dikamar kos-ku di Jatinangor yang sedang macet parah karena mendadak banyak pemudik. besok atau lebih tepat beberapa jam lagi umat muslim merayakan hari raya-nya yaitu Idul Adha. dan aku tak akan lupa akan tanggal tersebut, 26 oktober.

malam ini...
terasa sunyi di kosan karena teman-teman tengah menikmati masa libur dadakan ini untuk pulang ke kampung halaman ataupun sejenak melepas penat bertemu sanak saudara.

malam ini...
aku habiskan waktu dengan mencuci pakaian kotorku yang menggunung. menjemurnya yang beberapa menit kemudian terguyur hujan. malang nian. kemudian melanjutkan membaca novel "perahu kertas" di google.

malam ini...
suara riang mami dan adekku si nita terdengar di pulau seberang sana melalui benda kecil bernama handphone. seperti biasa, mami selalu mengingatkan untuk makan dan tak perlu khawatir untuk urusan uang. dan si adek pun tak mau ketinggalan untuk turut berbincang denganku. mengingatkanku akan janjiku padanya jika dia berpuasa penuh aku akan memberikannya hadiah.

malam ini...
aku kembali teringat peristiwa yang terjadi tepat tiga tahun yang lalu...

malam itu...
aku berwajah serius mendengarkan penjelasan dokter beserta foto scan otak yang diperlihatkannya. aku nampak serius dan sang dokter pun berusaha nampak lucu dan bercanda dihadapanku.

malam itu...
aku melihat mami menangis dan berhasil dibujuk pulang kerumah setelah berhari-hari di Rumah Sakit.

malam itu...
aku membaca kitab suciku disampingnya yang terbaring lemah hingga akhirnya aku tak sanggup membacanya lagi karena airmata tlah menggenang dipelupuk mata.
malam itu...
aku berlari keluar dan menangis diparkiran rumah sakit. airmata yang ditahan beberapa hari terakhir akhirnya tumpah ruah. tak peduli orang berpikiran apa ketika melihatku begitu.

malam itu...
dengan linangan airmata aku menunaikan ibadah sholat isya di musholla rumah sakit.

malam itu...
untuk pertama kalinya aku bersungguh-sungguh dalam meminta pada-Nya Sang Pemilik Hidup.

malam itu...
aku berdoa,
"ya Allah... Engkaulah yang mengetahui apa yang terbaik bagi hamba-Mu. engkau yang menentukan takdir hamba-Mu. jika memang yang terbaik bagi Papi adalah hidup, maka bangunkanlah dia. hilangkan rasa sakitnya. namun jika memang cukup sampai disini perjalanan hidup papi, maka hilangkan rasa sakitnya saat Kau mengambilnya. dan bantulah aku untuk ikhlas dan bertahan tanpa Papi disisiku. karena Engkaulah yang tahu apa yang terbaik untuk hamba-Mu."

malam itu..
aku tak akan menyangka bahwa esok paginya Allah memberi jawaban atas permintaanku. aku tak menyangka jika esok pagi Papi kembali kepangkuan Sang Pemilik Hidup.

malam ini...
tak kukira aku akan mampu melewati malam-malam setelah malam itu. tak kukira akan kudengar canda tawa mami dan adek di pulau seberang sana. tak kukira aku menjejakkan kaki di kota yang menjadi tujuanku untuk menimba ilmu.

malam ini...
teringat peristiwa bersejarah hingga adanya Idul Adha. Bagaimana seorang hamba Allah diuji cintanya kepada Allah untuk melepaskan sesuatu yang sangat berharga dalam hidupnya, apapun itu bentuknya. bagaimana seorang Nabi Ibrahim dengan berani menyembelih putra kesayangannya sendiri Nabi Ismail demi memenuhi permintaan Allah. inilah cinta. ketika kamu mengatakan cinta, maka ia butuh bukti, bukan hanya kata-kata. demikianlah juga ketika mengaku cinta pada Allah, bukankah kita akan selalu membuktikan kecintaan kita padaNya.

malam ini...
aku belajar bahwa ketika aku mengaku cinta pada Allah, aku harus ikhlas. aku harus ridho, ketika menyadari bahwa Allah telah mengambil orang yang aku sayangi. Allah telah mengambil Papi tiga tahun yang lalu. bukankah itu makna qurban???

malam ini...
aku yakin aku telah ikhlas dengan kepergian Papi. aku yakin Allah memenuhi permintaanku jika Dia mengambil Papi. Dia membuatku ikhlas. aku yakin, aku hanya rindu padanya. rindu apapun tentang dirinya. itu saja. aku pun yakin aku akan bertemu dan berkumpul dengan Papi di Surga-Nya kelak. aamiin.
sebuah renungan di kamar kos,,
pukul 01.02 a.m.
Jatinangor, 26 Oktober 2012



Ratnawati Poetri Soewadi

No comments:

Post a Comment