Sunday 25 March 2012

pertanyaan di benak saya

bekerja bersama mereka yang bukan seiman mengajarkan saya banyak hal. membuat saya banyak belajar dari mereka. untuk urusan aqidah memang tidak bisa kompromi, tetapi untuk urusan muamalah bukankah tidak apa-apa.
ketika bersalaman dengan bos yang kebetulan tidak seiman dengan saya, saya ditanya kabar. saya menjawab baik-baik saja (walaupun sebenarnya tidak terlalu sehat), dan ternyata ketika menjabat tangan saya dan tangan ini terasa hangat, Beliau mengira saya sakit sehingga bertanya kabar saya.
ketika pulang ke kosan, saya bareng dengan bos dan kawan-kawan lainnya. ditengah macet karena ada pertigaan dan masing-masing kendaraan tidak ada yang mau mengalah untuk berhenti. saat itu juga, bos saya berhenti dan mempersilahkan mobil diseberangnya lewat duluan dan pelan-pelan terurailah kemacetan tersebut.
kemudian contoh lain adalah pembimbing skripsi daya adalah seorang dokter senior dari kampus yang berbeda, beliau membantu saya mulai dari meminjamkan buku-buku dan sharing. bahkan ketika saya sudah wisuda pun, beliau pun masih mengundang saya di acara-acara internal kedokteran. mahasiswa beliau yang menempuh PPDS (program pendidikan dokter spesialis) mungkin memandang saya sebelah mata, tetapi beliau sangat sangat sangat menghargai saya dan selalu membanggakan saya ketika memperkenalkan saya. beliau pun sangat care dengan pasien, memang terkesan galak tapi itu tanda sayang beliau kepada pasien dan tak jarang pasien yang tidak mampu pun di gratiskan walaupun periksanya ditempat prakteknya, bukan di rumah sakit dengan jamkesmas.
berbeda sekali dengan mereka yang mengaku saudara seiman tetapi seperti tak mampu memahami kondisi diri ini. mulai dari hal-hal kecil yang kadang terlupakan. mereka pun sepertinya lupa jika saya memang orang yang mudah sakit, mudah lelah walaupun beraktivitas sedikit. terlalu sering ijn tidak mengikuti kegiatan dengan alasan sakit, banyak mendapat cibiran dari mereka. tak jarang banyk mendengar jika saya malas lah, manja lah dan sebagainya. berusaha sabar dan menanggapi dengan kepala dingin tetapi tetap saja tak ada reaksi yang menunjukkan mereka paham.
akhirnya banyak pertanyaan yang muncul di benak saya, kenapa justru mereka yang bukan seiman yang lebih care dan paham dengan kondisi ini dibanding mereka yang mengaku saudaraa seiman. renungkanlah wahai saudaraku, bukan hanya teori saja tetapi prakteknya pun perlu. jangana hanya mengaku beragama tetapi prakteknya tidak ada.

No comments:

Post a Comment